Pages - Menu

Saturday, May 9, 2015

Diabetes Melitus

Diabetes Melitus atau disebut juga Kencing Manis adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau kurang responsifnya sel tubuh terhadap insulin.



Secara umum, diabetes melitus atau kencing manis memiliki 3 gejala klasik yang sudah sering beredar di masyarakat, yaitu:
1. Sering Buang Air Kecil tanpa sebab yang jelas (Poliuri)
2. Banyak Minum tanpa sebab yang jelas (Polidipsi)
3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas.

Beberapa gejala lain yang berhubungan dengan diabetes melitus:
- Rasa lapar yang berlebihan (Polifagi)
- Kesemutan pada jari kaki
- Kulit kering
- Luka yang sulit sembuh


Kemudian banyak orang yang bertanya:

"Saya akhir-akhir ini sering banyak minum dan sering buang air kecil. Saya takut terkena DM (Diabetes Melitus)." 

Apakah kondisi ini bisa dibenarkan bahwa orang tersebut menderita kencing manis?
Jawabannya adalah tidak. Banyak hal yang perlu dinilai dari sebuah gejala "Banyak Minum" dan "Banyak Buang Air Kecil". Misalnya, ketika seseorang bekerja di tempat yang suhu udaranya cukup panas dan sirkulasi udara kurang baik (seperti di pusat belanja yang tidak menggunakan AC) atau pekerjaan sehari-harinya memang memiliki mobilitas yang tinggi (seperti marketing), tidak heran jika mereka membutuhkan konsumsi air yang lebih untuk membantu memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Jika banyak mengkonsumsi air, otomatis frekuensi buang air kecil juga menjadi meningkat.

Kemudian bisa muncul juga pertanyaan:

"Saya sehari-hari beraktifitas di dalam kantor, pekerjaan saya hanya duduk di depan komputer, tetapi saya merasa sering haus, banyak minum air putih, dan sering buang air kecil."

Lalu apakah dapat dikatakan menderita Diabetes? Beruntungnya, walaupun kondisinya seperti ini, belum bisa juga dikatakan menderita Diabetes Melitus. Karena terlalu banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi banyak minum, banyak makan, dan banyak buang air kecil.

Berdasarkan hal ini juga, dokter saat ini kebanyakan sudah tidak lagi menggunakan gejala-gejala klasik tersebut sebagai dasar diagnosa Kencing Manis. Gejala-gejala klasik tersebut lebih sering digunakan untuk membantu 'meyakinkan' sang dokter bahwa berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, pasien tersebut memang benar terdiagnosa Kencing Manis.

Beberapa pemeriksaan yang biasanya menjadi dasar diagnosa Diabetes Melitus bila digabungkan dengan gejala-gejala klasik:

1. Konsentrasi / Nilai Gula Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL
Gula darah sewaktu ini adalah nilai gula darah yang diambil pada saat seseorang tidak berpuasa. Tidak ada waktu khusus untuk mengambil sample darah tersebut. Sering dilakukan di klinik atau puskesmas yang memiliki alat cek glukosa yang menggunakan strip khusus untuk gula darah.


2. Konsentrasi / Nilai Gula Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dL
Gula darah puasa ini adalah nilai gula darah yang diambil setelah seseorang berpuasa selama minimal 8 jam. Dalam waktu 8 jam tersebut, tidak ada asupan gula ataupun karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh, sehingga seharusnya pada saat kondisi ini nilai gula darah akan terlihat lebih rendah dari pada gula darah sewaktu.

3. Konsentrasi / Nilai Gula Darah 2 Jam setelah Puasa (GD2PP) ≥ 200 mg/dL
Nilai gula darah 2 jam setelah puasa dilakukan dengan cara berpuasa dahulu selama 8 jam, kemudian diberikan asupan / minum air gula dengan jumlah tertentu, kemudian 2 jam kemudian diambil sample darah dan diukur nilai gula darahnya saat itu.

4. Kadar Hemoglobin A1C (HbA1C) ≥ 6,5%
Nilai HbA1C ini sering dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang pada screening Diabetes Melitus. Tetapi, beberapa pustaka tidak menganjurkan kadar HbA1C dijadikan dasar diagnosa DM, sebab walaupun ada korelasi kuat antara peningkatan HbA1C dengan nilai Gula Darah Sewaktu (GDS) pada penderita DM, tetapi pada orang-orang yang normal ataupun orang yang hanya memiliki gangguan toleransi glukosa ringan, ternyata tidak memiliki korelasi yang kuat terhadap nilai Gula Darah Puasa (GDP). Sehingga, biasanya dokter hanya akan menggunakan kadar HbA1C ini sebagai pertanda "waspada" atau bisa juga disebut memiliki "bakat" untuk menderita DM.















NEXT:  Faktor Resiko Diabetes Melitus

No comments:

Post a Comment